Stem Cell untuk pengobatan penyakit
- Sejarah
• Penelitian
Stem sel dimulai pada tahun 1960-an setelah dilakukannya penelitian oleh
ilmuwan Kanada, Ernest A. McCulloch dan James E. Till.
• Karena
sifat unggulnya itulah Stem Sel dari darah tali pusat makin menarik
perhatian untuk diteliti dan digunakan bagi terapi berbagai jenis penyakit.
Tahun 1988 untuk pertama kali di Perancis dilakukan terapi Stem Sel menggunakan
darah tali pusat. Selama ini tali pusat dan plasenta biasanya cuma dibuang atau
dikubur. Kini, daripada disia-siakan, darah yang berada di tali pusat dan
plasenta yang kaya akan sel punca sejak tahun 2000 mulai disimpan untuk dua
keperluan: untuk pengobatan penyakit darah seperti leukemia dan talasemia serta
untuk cadangan bagi si bayi jika suatu saat nanti ia menjadi penderita penyakit
degeneratif.
• Percobaan
sel punca pada tikus percobaan telah dilakukan sejak 10 tahun lalu oleh
ilmuwan dari Albert Einstein College of Medicine, Amerika Serikat. Dalam
riset tersebut, para ahli berhasil mengatasi kerusakan akibat stroke pada
otak tikus yang disuntikkan sel punca. Dalam tempo enam minggu, sel punca
itu tumbuh menjadi sel saraf yang matang sekaligus membuktikan kemungkinan
dilakukannya metode itu pada mamalia.
• Christian
Drapeau, salah satu peneliti yang tentang Stem Cell mengatakan, “ Hasil
penelitian ilmiah menunjukkan Satu-satunya kondisi yang terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan secara optimal adalah dengan cara meningkatkan
sirkulasi jumlah stem cell dalam tubuh.” Penelitian stem cell masih terus
dilakukan sampai saat ini. Bagaimana cara stem cell mengupayakan regenerasi
jaringan yang rusak ? Riset in vitro maupun in vivo telah berhasil
mengungkapkan beberapa hal untuk menjawab pertanyaan ini, antara lain dengan diferensiasi,
produksi faktor pertumbuhan (growth factors), dan terapi gen.
• Di
Indonesia, praktek sel punca juga sudah dilakukan untuk menangani penyakit,
seperti jantung, diabetes, cedera saraf tulang belakang, hingga kerusakan
tulang rawan.
• Seperti
diatur dalam Permenkes Nomor 833 tahun 2009, dalam Pasal 1 ayat 1
disebutkan, sel punca adalah sel tubuh manusia dengan kemampuan istimewa
memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri dan mampu berdiferensiasi
menjadi sel lain.
• Menurut
Permenkes Nomor 32 tahun 2014, juga terdapat 11 rumah sakit yang ditunjuk untuk
menjalani terapi sel punca. Kesebelas rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS Jantung Harapan Kita (Jakarta), RS Kanker Dharmais
(Jakarta), RS Persahabatan (Jakarta), RS Fatmawati (Jakarta), RS Dr. M Djamil (Padang),
RS Hasan Sadikin (Bandung), RS Dr. Soetomo (Surabaya), RS Dr Kariadi
(Semarang), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Bali).
• Rumah
sakit tersebut harus memiliki fasilitas instalasi sel punca, bank sel punca,
riset terpadu, hingga tenaga medis yang memiliki keahlian di bidang sel punca.
Adapun pengolahan stem cell boleh dilakukan di dalam maupun di luar rumah
sakit.
- Definisi
• Stem
cell / sel punca adalah suatu sel yang memiliki kapasitas untuk berkembang
menjadi jenis sel lainnya. Sejauh mana kapasitas perubahannya akan tergantung
dari jenis stemcellnya (unipoten, pluripoten, omnipoten) serta asal jaringan
awalnya (dari lemak, otot jantung, embrio, tali pusat, dsb). Hanya saja riset
yang luas dan besar masih diperlukan agar terapi ini dapat diaplikasikan secara
massal / luas. Hal ini diperlukan karena terapi dengan sel punca bukan berarti
tidak ada resiko yang ditimbulkan dari terapi tersebut. Selain itu biaya juga
masih sangat tinggi untuk sebagian besar masyarakat. Secara umum, ilmu mengenai
stem cell ini memiliki masa depan yang cerah dan diharapkan dapt menjadi solusi
dari berbagai penyakit yang belum dapat disembuhkan sepenuhnya saat ini
(berbagai gangguan jantung, pembuluh darah, ginjal, hati, tulang dan sendi,
sampai gangguan pada sumsum tulang dan produksi sel-sel darah). Potensi
aplikasinya sangat luas.
• Bidang
ini merupakan bidang yang masih sangat berkembang, dimana belum ada satu negara
/ institusi apapun yang memiliki keunggulan jauh diatas institusi / lembaga
lainnya. Peran / peluang Indonesia menjadi salah satu negara yang maju dalam
penelitian sel punca masih sangat terbuka lebar. Perlu diketahui juga bahwa
riset mengenai sel punca ini sudah cukup banyak mulai dilakukan pada pasien
manusia.
- Jenis-jenis transplantasi Stem sel
- Transplantasi Stem sel dari sumsum tulang (bone marrow transplantation)
Umumnya Stem Sel diambil
dari sumsum tulang belakang karena memiliki lebih banyak Stem Sel. Hanya ada satu
sel punca dalam 10.000 sel sumsum tulang belakang. Sedangkan dalam darah,
hanya ada satu Stem Sel di antara 100.000 sel. Isolasi Stem Sel
dipastikan dengan fluorescence activated cell sorting (FACS) atau
flowcytometer. FACS merupakan alat pendeteksi karakteristik suatu sel
berdasarkan pendaran sinar fluoresens. FACS melihat tanda penomoran tertentu
pada sel punca, yang dikenal sebagai cluster of differentiation.
Misalnya, CD105 dan CD73 untuk penanda sel punca mesenkimal (mampu
berdiferensiasi menjadi sel penyusun jaringan ikat, seperti osteosit,
kondrosit, dan adiposit), Stem Sel hematopoietik CD34, sel punca saraf
CD133, dan sel punca jantung Sca-1. Dalam laboratorium, Stem Sel yang
diisolasi kemudian dibiakkan dalam larutan agar memperbanyak diri dan
berdiferensiasi menjadi organ tubuh tertentu. Sumsum tulang adalah jaringan
spons yang terdapat dalam tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang
dada, tulang punggung, dan tulang rusuk. Sumsum tulang merupakan sumber yang
kaya akan sel induk hematopoietik.
• Sejak
dilakukan pertama kali kira-kira 30 tahun yang lalu, transplantasi sumsum
tulang digunakan sebagai bagian dari pengobatan leukemia, limfoma jenis
tertentu, dan anemia aplastik. Karena teknik dan angka keberhasilannya
semakin meningkat, maka pemakaian transplantasi sumsum tulang sekarang ini
semakin meluas. Pada transplantasi ini prosedur yang dilakukan cukup sederhana,
yaitu biasanya dalam keadaan teranestesi total. Sumsum tulang (sekitar 600
cc) diambil dari tulang panggul donor dengan bantuan sebuah jarum suntik
khusus, kemudian sumsum tulang itu disuntikkan ke dalam vena resipien.
Sumsum tulang donor berpindah dan menyatu di dalam tulang resipien dan
sel-selnya mulai berproliferasi. Pada akhirnya, jika semua berjalan lancar,
seluruh sumsum tulang resipien akan tergantikan dengan sumsum tulang yang
baru. Namun, prosedur transplantasi sumsum tulang memiliki kelemahan karena
sel darah putih resipien telah dihancurkan oleh terapi radiasi dan kemoterapi.
Sumsum tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3 minggu untuk
menghasilkan sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi resipien
terhadap infeksi. Transplantasi sumsum tulang memerlukan kecocokan HLA
6/6 atau paling tidak 5/6. Risiko lainnya adalah timbulnya penyakit
GvHD, di mana sumsum tulang yang baru menghasilkan sel-sel aktif yang secara
imunologi menyerang sel-sel resipien. Selain itu, risiko kontaminasi
virus lebih tinggi dan prosedur pencarian donor yang memakan waktu lama.
- Transplantasi Stem sel darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation)
Seperti
halnya sumsum tulang, peredaran darah tepi merupakan sumber sel induk walaupun
jumlah sel induk yang dikandung tidak sebanyak pada sumsum tulang.Untuk mendapatkan
jumlah sel induk yang jumlahnya mencukupi untuk suatu transplantasi, biasanya
pada donor diberikan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) untuk
menstimulasi sel induk hematopoietik bergerak dari sumsum tulang ke peredaran
darah. Transplantasi ini dilakukan dengan proses yang disebut aferesis.Jika
resipien membutuhkan sel induk hematopoietik, pada proses ini darah lengkap
diambil dari donor dan sebuah mesin akan memisahkan darah menjadi
komponen-komponennya, secara selektif memisahkan sel induk dan mengembalikan
sisa darah ke donor. Transplantasi sel induk darah tepi pertama kali
berhasil dilakukan pada tahun 1986. Keuntungan transplantasi sel induk
darah tepi adalah lebih mudah didapat. Selain itu, pengambilan sel induk darah
tepi tidak menyakitkan dan hanya perlu sekitar 100 cc. Keuntungan lain,
sel induk darah tepi lebih mudah tumbuh. Namun, sel induk darah tepi lebih
rentan, tidak setahan sumsum tulang. Sumsum tulang juga lebih lengkap, selain
mengandung sel induk juga ada jaringan penunjang untuk pertumbuhan sel. Karena
itu, transplantasi sel induk darah tepi tetap perlu dicampur dengan sumsum
tulang.
- Transplantasi sel induk darah tali pusat
Pada
tahun 1970-an, para peneliti menemukan bahwa darah plasenta manusia mengandung
sel induk yang sama dengan sel induk yang ditemukan dalam sumsum tulang. Karena
sel induk dari sumsum tulang telah berhasil mengobati pasien-pasien dengan
penyakit-penyakit kelainan darah yang mengancam jiwa seperti leukemia dan
gangguan-gangguan sistem kekebalan tubuh, maka para peneliti percaya bahwa mereka
juga dapat menggunakan sel induk dari darah tali pusat untuk menyelamatkan jiwa
pasien mereka. Darah tali pusat mengandung sejumlah sel induk yang bermakna
dan memiliki keunggulan di atas transplantasi sel induk dari sumsum tulang atau
dari darah tepi bagi pasien-pasien tertentu.Transplantasi sel induk dari
darah tali pusat telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi sebuah
sumber yang dapat menyelamatkan jiwa. Transplantasi sel induk darah tali pusat
pertama kali dilakukan di Perancis pada penderita anemia Fanconi tahun 1988.
Pada tahun 1991, darah tali pusat ditransplantasikan pada penderita Chronic
Myelogenous Leukemia.[rujukan?] Kedua transplantasi ini berhasil dengan
baik. Sampai saat ini telah dilakukan kira-kira 3.000 transplantasi darah tali
pusat.
- Transplantasi Gigi Susu
Saat ini peneliti sedang
mempelajari bagaimana stem cell dari gigi susu ini dapat digunakan untuk
mengobati sejumlah penyakit dan kondisi, termasuk diabetes, cedera tulang
belakang, stroke dan masalah hati. Gigi susu bagian depan yang goyah lalu
dicabut, emudian pulpa gigi dari gigi susu ini dikumpulkan, dibekukan dan
disimpan selama 30 tahun atau lebih sampai nanti dibutuhkan. Ternyata pulpa
gigi ini dapat mengobati penyakit, dan hasil ekstraksi menemukan gigi susu ini
bisa menjadi sumber stem cell yang baik. Di dalam giginya ada sel dan bisa disimpan
di dalam lemari es yang besar. Jika nanti terjadi sesuatu atau membutuhkan
operasi, maka sel-selnya ini akan membuatnya menjadi lebih baik.
- Proses Pengkulturan Stem Cell di Laboratorium
• Seperti yang telah dijelaskan di atas, stem cell tersebut
diambil dari sel tubuh yang kemudian dikultur di laboratorium. Menurut
para peneliti, embryonic stem cell lebih mudah diekstrak dan dikultur
dibandingkan dengan adult stem cell. Adult Stem cell tidak hanya sulit
ditemukan di jaringan orang dewasa, namun juga sulit direplikasi di
laboratorium. Meskipun embryonic stem cell dapat ditumbuhkan secara efektif
di laboratorium namun masih cukup sulit untuk di control. Peneliti masih terus
berusaha membuat mereka tumbuh menjadi jenis jaringan tertentu sesuai dengan
apa yang dibutuhkan.
• Adapun proses replikasi stem cell dari embryonic stem
cell adalah dengan melakukan pengkulturan secara in vitro. Stem cell diambil
dari embrio pada fase blastosit (berumur 5-7 hari setelah pembuahan). Pada
saat ini massa sel bagian dalam mengelompok dan mengandung sel-sel induk
embrionik. Selanjutnya sel-sel diisolasi dari massa sel bagian dalam dan
dikultur secara in vitro di laboratorium. Sel yang terdapat pada
bagian dalam dari blastosit inilah yang dinamakan stem cell. Blastosit
yang akan digunakan pertama akan ditumbuhkan di dalam cairan kaya nutrisi
pada petridish. Setelah sel
bereplikasi beberapa kali dan membentuk banyak sel, sel-sel yang telah
terbentuk akan dipindahkan ke beberapa petridish lain. Hanya dalam waktu
beberapa bulan, beberapa stem cell bisa menjadi jutaan jumlahnya. Sel-sel yang
telah berkembang dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada
organisme dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel
ginjal, dan sel-sel lainnya. Embrionic stem cell yang sudah di kultur
selama beberapa bulan tanpa differensiasi di sebut stem cell line. Cell line
dapat dibekukan dan di bagi antar laboratorium.
• Biasanya sel yang berhasil ditumbuhkan akan
diinjeksikan ke tubuh pasien untuk kemudian menggantikan jaringan yang rusak
akibat terserang penyakit. Differensiasi stem cell di picu oleh pemicu
internal dan eksternal. Pemicu internal adalah gen dalam setiap sel yang
akan memandu bagaimana sel seharusnya berfungsi. Pemicu eksternal adalah bahan
kimia yang dilepaskan oleh sel lain yang dapat mengubah cara kerja stem cell
tersebut. Para peneliti sangat paham bahwa inisiasi oleh gen merupakan
tahapan krusial bagi proses differensiasi, maka mereka melakukan eksperimen
dengan memasukkan gen tertentu ke dalam kultur lalu menggunakannya untuk
mencoba membuat stem cell terdifferensiasi menjadi sel tertentu. Namun
semacam signal diperlukan untuk mentrigger stem cell agar terdifferensiasi. Dan
sampai saat ini peneliti masih terus mencari signal tersebut. Selain itu
masih ada masalah lain yang harus dihadapi dalam penggunaan stem cell. Salah
satu adalah penolakan oleh organ yang akan menerima donor. Jika pasien
di injeksi dengan stem cell dari embrio donator, sistem imunnya akan melihat
sel tersebut sebagai invader asing dan akan menyerangnya. Selain itu
penerima stem cell harus memiliki lingkungan sehat karena stem cell yang
ditanam akan mampu untuk tetap hidup, hal ini dikarenakan stem cell adalah sel
muda yang sangat sensitif terhadap segala jenis toksin. Penanaman stem sel
harus sesegera mungkin karena hanya bertahan selama tiga hari.
- Proses terapi
• Terapi
sel punca melalui tiga proses. Pertama adalah
penyediaan sel punca. Kedua penyimpanan, serta ketiga
penggunaan di klinik. Sumber sel punca dapat berasal dari pasien yang akan
diobati atau dari orang lain. Jika berasal dari orang lain, apalagi berasal
bukan dari manusia, kita menghadapi risiko penularan penyakit. Perlu penyaringan yang teliti
agar donor tidak menularkan penyakit kepada yang menerima sel punca. Selain itu, sel punca tersebut hendaknya tidak mempunyai
kelainan genetik yang dalam jangka waktu lama baru akan bermanifestasi sebagai penyakit.
• Pada
proses kedua, yaitu penyimpanan, selain risiko tercemar jasad renik (bakteri,
virus, parasit), juga harus menjamin sel punca tersebut hidup dan tumbuh dengan
baik. Karena itulah, laboratorium yang mengambil dan menyimpan sel punca ini harus merupakan laboratorium
yang diakui baik.
• Pada
proses ketiga, yaitu penggunaan klinik, risiko yang dapat terjadi adalah penularan
penyakit dan sel punca mungkin tidak bekerja. Pada
stroke, misalnya, kita berharap sel punca akan mencapai bagian-bagian otak
yang mengalami kerusakan. Jika sel punca diberikan secara infus, belum
jelas berapa persen yang akan mencapai otak. Pada terapi sel punca untuk jantung, sel punca diberikan ke pembuluh darah
koroner jantung melalui katerisasi. Adapun untuk terapi otot jantung, sel punca disuntikkan dengan bantuan alat yang
disebut NOGA.
-------------------------------Semoga bermanfaat -------------------------------------------------------